Demikianlah akhirnya aku sampai di main station. Bus-bus berdempet-dempetan, kapal-kapal berjejer di sepanjang pelabuhan ini. Akhirnya baru kusadari bahwa “kadikoy” adalah sebuah kota dipinggiran pelabuhan. Orang-orang penuh berjubel dan berlalu lalang. Maklum jam 19-21.00 adalah traffic hours. Mereka biasanya menunggu di resto atau depot untuk menunggu traffic mencair.
Akhirnya aku sedikit lega karena setidaknya aku taat mengikuti arah-arahan yang diberikan sahabatku, dan telah tiba di stasiun terakhir. Kuturunkan trolley biru besar dari bus, tas kamera menggantung di punggung. Aku akhirnya memilih berdiri disebelah depot “EFET BUFE”, trolley yang berat dan terlalu banyak manusia yang berlalu lalang membuatku tak nyaman untuk bergerak kemanapun juga. Aku memutuskan untuk menunggu sahabtku di tepi itu.
Malam yang liar pikirku, angin dingin dan jaket musim gugur, masih bisa menahan dinginnya Istanbul. Bau kebab menerpaku, rasanya rasa lapar mulai menghampiriku. Tapi bagaimana mau memuaskan rasa lapar ini kalau trolleyku masih berkeliaran di tepi jalan ini, tidak terlalu nyaman. OK… aku menenangkan perut laparku… kataku “tahan sebentar lagi ya….”.
Aku mengamati segala sesuatu yang baru disekelilingku. orangnya, makanannya, tingkah lakunya dan segala keanehannya tertulis dalam benakku. Bukan hanya aku saya yang mengobservasi, tapi, sebaliknya mereka juga mengamatiku dan mengawasi gerak lakuku.
Mungkin mereka merasa kasihan terhadap aku yang begitu “lonely”, diterpa angin malam, terdampar di kota yang sibuk. Mungkin aku terlihat kikuk, dan “turistik”. Tampak seperti turis Jepang daripada turis Indonesia 🙂
Tetapi mereka tidak membiarkanku sendirian bosan menunggu.
Datanglah seorang anak kecil ( 5-6 tahun) dengan wajah memelas, ia menunjukkan padaku sebuah tissue dan ia menginginkan 1 TYL sebagai harga se-pak tissue. Wajahnya memang memelas sekali, tiada yang tahu apa memang se-papa itu kehidupannya atau hanya action saja. Kemudian aku menolaknya, aku berkata “NO”. “NO”, kuucapkan sekali lagi. Tapi anak ini tetap tak bergeming, ia masih sibuk menjebakku dengan kemelasnnya. Mungkin juga aku adalah turis yang terlalu baik, apalagi terhadap anak kecil, aku tak bisa mengusirnya. Kemudian kuulangi lagi “NO” dengan nada yang lebih tidak bisa ditawar. Kemudian pergilah anak malang itu.
Setelah satu pergi datanglah yang lain. Mereka tidak membiarkanku sendirian.
Seorang bapak (50 tahunan) datang menghampiriku. Ia tahu aku adalah sasaran yang tepat, seorang turis perempuan, berada ditengah keramaian, dengan tas koper besar. Ia menawarkanku berbagai minyak wangi, disemprotkan minyak wangi itu sana dan sini. Aku terus menerus menolak, sampai akhirnya sahabatku Aslimay menyelamatkanku ! Thanks God, rasanya LUEGGGGAAAAA banget waktu sahabatku menghampiriku. Kemudian Aslimay mengucapkan sesuatu dalam bahasa Turki yang tak kupahami, kesimpulannya: “we are not interested to buy it, titik!”. Kemudian kami begitu bahagia karena telah sama-sama menantikan pertemuan ini. Itulah malam pertamaku di Istanbul, mereka tidak akan meninggalkanku sendirian !
Leave a comment